Jumat, 11 Februari 2011

Mengasihi Musuh

MENGASIHI MUSUH DAPATKAH?
Khotbah DM tgl 6 Pebruari 2011
(Matius 5:43-48 dan Lukas 6:27-36)
Saudara, semester yang lalu kita sudah belajar mengenai ucapan bahagia Yesus, dan di semester ini kita masih tetap mempelajari akan bagian dari khotbah Yesus di bukit. Bulan lalu kita sudah membahas mengenai doa dan kedaulatan Allah.
Minggu ini kita mau belajar sesuatu yang bersifat praktis, tetapi seringkali sulit untuk dilakukan oleh orang percaya, yaitu mengasihi musuh. Selama berabad-abad sejak Tuhan Yesus menyampaikan hal ini kepada murid-murid sampai saat ini, pengajaran ini dapat dikatakan merupakan satu pengajaran yang sulit dilakukan oleh orang Kristen. Bahkan pengajaran ini adalah salah satu yang menjadi bahan perdebatan bagi beberapa teolog dan juga filsuf-filsuf karena menurut mereka bahwa tidak mungkin manusia dan mengasihi musuhnya .
Sehingga ada yang mengatakan bagian tidak boleh diartikan secara hurufiah, leterlek, ada kemungkinan ini adalah kata kiasan, symbol dlsb. Bahkan ada yang menghina dengan mengatakan bahwa ketika Yesus mengatakan ini, maka tidak ditujukan kepada manusia tetapi kepada malaikat atau Tuhan.
Banyak orang mengatakan ini adalah pengajaran yang ngawur, sesuatu yang diawan-awan. Yang lebih ekstrim lagi berkata, "Itu gila!" . Ada yang mengatakan kita masih manusia mana mungkin bisa melakukan hal ini.
Nietzsche. Filsuf Jerman ini mengatakan, bahwa perintah "mengasihi musuh" adalah salah satu bukti nyata, betapa etika Kristen--seperti yang ingin ditekankannya--adalah etikanya orang yang
berkepribadian lembek bagai bubur dan yang punya nyali melempem seperti kerupuk. Bukan etikanya orang yang tegar, tegap, dan perkasa. Etikanya para pecundang, bukan filsafat hidupnya para pemenang.
Confucius ditanya oleh seorang muridnya, "Apakah kita harus berbuat baik pada musuh kita?" Dia menjawab tegas bahwa kita harus membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan keadilan.
Dalam "hukum" dunia, kata "mengasihi" dan "musuh" adalah dua kata yang bertolak belakang, karenanya tidak dapat dipersatukan. Dalam bahasa Inggris, musuh adalah enemy, berasal dari bahasa Latin inimicus, artinya "bukan sahabat". Definisinya musuh adalah jelas : orang yang membenci, menginginkan hal yang tidak baik, menyebabkan jatuh, kecewa, sakit, dan sebagainya. Maka, nasihat untuk mengasihi musuh bisa dibilang aneh. Sebab, normalnya musuh itu mesti dilawan, dibenci, disingkirkan, kalau perlu dibasmi.
Memang, mana mungkin kita bisa mengasihi musuh kita? Jika seseorang sudah menipu kita, sombong, tidak tahu aturan, egois, lebih-lebih mau mencelakakan kita; seorang mengatakan bahwa tidak ada tukang sulap dari mana yang bisa membuat kita mengasihi musuh kita?
Kalau demikian; Apa Yesus tidak asal bicara? Jawabnya jelas tidak. Tuhan tahu apa yang diucapkan-Nya. Dia mengerti sungguh-sungguh dan mau membantu kita melaksanakan perintah-Nya ini.
Saudara untuk memahami “kata musuh” dalam konteks ini maka kita harus memahami konteks musuh bagi orang Yahudi. Bagi orang Yahudi pada waktu itu yang disebut musuh adalah orang-orang diluar ras Yahudi. Orang yang diluar ras Yahudi mereka disebut orang kafir, orang yang tidak pantas diselamatkan. Mereka tidak boleh bergaul dengan orang non Yahudi…Yang dimaksud dengan sesame manusia adalah orang-orang Yahudi itu sendiri. Diluar Yahudi dianggap sebagai musuh mereka. (Imam 19:18)
Kenapa kita harus mengasihi musuh kita?
Yang pertama, Perintah dari Tuhan..
Mengasihi adalah sesuatu yang diajarkan dan diperintahkan oleh hukum Taurat dan juga Yesus yaitu mengasihi Tuhan dan sesama. KAsih kepada Tuhan dan kasih kepada sesame adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Seseorang tidak dapat mengatakan bahwa dia mengasihi Tuhan namun dia tidak mengasihi sesame, demikian juga tidak mungkin orang mengatakan bahwa dia mengasihi sesama tetapi dia tidak mengasihi Tuhan.
Mungkin ada orang mengatakan, oh ada orang yang dapat mengasihi sesama tanpa harus dia mengasihi Tuhan. Tetapi kata “sesame” ini siapa dulu… dalam Alkitab tidak mengatakan bahwa yang dimaksud sesame manusia itu adalah hanya orang sesuku bangsa Israel (yahudi), tidak mengatakan sesame orang Kristen. Alkitab tidak mengatakan yang disebut sesame hanya saudara kandung kita, seayah, seibu. Alkitab juga tidak mengatakan yang disebut sesame adalah orang sesuku kita. Alkitab juga tidak mengatakan bahwa sesame kita hanyalah orang yang kita senangi… dekat dengan kita…tidak….. Alkitab tidak pernah membeda-bedakan, mengkotak-kotakan…siapa sesame kita. Lalu siapa yang membeda-bedakan…mengkotak-kotakan, manusia itu sendiri. Jadi yang disebut sesame manusia , termasuk didalamnya orang sering mengecewakan kita, orang berkhianat bagi kita..orang yang menjengkelkan kita, merugikan kita, membenci kita.
Kalau kita hanya mengasihi orang dekat dengan kita, orang yang mengasihi kita maka itu sesuatu yang biasa….Tuhan Yesus menyimpulkan seluruh hukum taurat dalam dua perintah-Nya..yaitu kasihilah sesamamu manusia dan kasih kepada Allah. Dua hal ini tidak dapat dipisahkan.
Mengasihi sesame adalah adalah suatu perintah yang harus ditaati. Ini adalah inti dari iman Kristen. Seluruh pengajaran baik didalam hukum Taurat dan pengajaran lain dalam Firman Tuhan terangkum dalam satu kalimat yaitu mengasihi Allah dan mengasihi sesame.
Saudara, jadi mentaati firman Tuhan itu simple. Hanya kita taat pada perintah Tuhan mengasihi sesame dan mengasihi Tuhan. Mungkin kita bertanya bagaimana dengan hukum-hukum yang lain. Seperti berzinah, mencuri, membunuh dlsb. Sdr. Kalau kita mengasihi Tuhan dan sesama, maka tidak mungkin kita membunuh, mencuri dan berzinah, mengingini harta milik orang lain.
Saudara, menjadi orang Kristen tidak ada istilah Kristen biasa-biasa atau Kristen luar biasa, tidak ada istilah Kristen taat dan Kristen biasa-biasa, kehidupan kekristenan harus utuh. Yang ada adalah orang Kristen dan bukan Kristen. Oleh sebab itu dalam ayat 48 dikatakan: Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti bapamu yang di Surga sempurna.
Kata sempurna disini, memberi pengertian utuh, total, tidak ada yang kurang. Kata sempurna memberi pengertian taat terhadap semua perintah Allah dan Firman Tuhan. Tidak terpisah-pisah.. Kata sempurna disini saya bisa gambarkan seperti syaraf-syaraf diotak kita. Ada ribuan syaraf diotak manusia. Supaya tubuh kita sempurna maka tidak boleh ada satu syaraf walau yang paling kecil didalam otak kita putus atau koslet. Kalau ada maka tubuh kita tidak akan sempurna dan berfungsi dengan baik.
Satu saat ada satu dosen saya kena stroke, lalu dia menceritakan kepada kami kenapa tangannya sulit digerakan..menurut dokter waktu dia kena darah tinggi ada satu saja urat syaraf kecil di otak yang putus. Satu syaraf saja yang putus menyebabkan setengah dari tubuhnya tidak dapat digerakan. Lalu dia mengatakan walau stroke saya bersyukur karena bukan syaraf dipinggirnya yg putus atau koslet..kalau tidak saya tidak bisa mengajar lagi, dan pasti saya masuk di rumah sakit yang berbeda, dokternya pasti akan berbeda…bisa saja kalau syaraf yang lain putus dia akan masuk rumah sakit jiwa.
Menjadi orang Kristen, harus menjadi orang Kristen yang taat akan semua perintah Tuhan, karena perintah Tuhan utuh. Kita tidak bisa mengatakan bahwa saya hanya taat perintah Tuhan yang lain dan yang lain bisa melanggarnya. Demikian juga dengan perintah mengasihi musuh. Kita tidak dapat mengatakan “saya mengasihi sesama tetapi saya tidak dapat mengasihi musuh saya” Kalau demikian arti sesame kita berbeda dengan arti sesame yang dikatakan Firman Tuhan.
Saudara, pertama ; mengapa kita harus mengasihi musuh karena itu adalah perintah Tuhan, dimana kit harus mengasihi sesame kita, karena mereka patut dikasihi.
Kedua: Mengapa kita harus mengasihi musuh kita karena Standard moral dan etika anak Tuhan lebih tinggi dari orang-orang di luar Tuhan.
Kita perhatikan dalam Matius 5:46-47, dam Luk. 6:32-34 dikatakan “ bahwa semua orang dapat membalas kebaikan dengan kebaikan. Semua manusia dapat mengasihi orang yang mengasihi dirinya..
Apa yang Tuhan Yesus mau sampaikan kepada kita melalui firman Tuhan ini adalah mengenai suatu perbandingan antara standar moral kekristenan atau standar kerohanian orang percaya dengan orang non Kristen. Antara anak Tuhan dan bukan anak Tuhan, pengikut Yesus dan bukan pengikut Yesus. Sebagai orang percaya ada satu ukuran yang dipakai oleh Allah, ada satu standar yang dapat membedakan antara orang percaya dan belum percaya.
Perhatikan ayat 46-47 : Apabilah kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabilah kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?
Saudara kita perhatikan kata “bukankah” dan kata “apakah lebihnya” …ini sesuatu yang sangat penting untuk kita renungkan. Kalau kita orang Kristen hanya dapat mengasihi orang yang mengasihi kita..itu hal yang biasa, karena semua orang pun melakukan hal yang sama , kalau kita hanya menyapa orang, menyalami orang yang dekat dengan kita…apa kelebihan kita dengan orang lain.
Seorang penulis Kristen bernama Alfred Plummer (1841–1926) pernah menulis: “To return evil for good is devilish; to return good for good is human; to return good for evil is divine. To love as God loves is moral perfection." Plummer "Membalas kebaikan dengan kejahatan adalah tabiat Iblis; Membalas kebaikan dengan kebaikan adalah sesuatu yang manusiawi, sedang membalas kejahatan dengan kebaikan adalah sifat Ilahi.
Saudara, saya percaya bahwa kita setuju dengan apa yang disampaikan oleh Plummer. Yang pertama ; orang yang membalas kebaikan dengan kejahatan adalah tabiat Iblis…Namun suatu realita yang sering terjadi dalam kehidupan kita. Bukankah kita sering menemukan orang-orang seperti demikian. Kita sudah baik bagi dia, kita sudah banyak membantu dia, kita sudah banyak melakukan kebaikan bagi dia? Lalu apa yang dilakukan bagi kita? Dia membalas segala kebaikan kita dengan kejahatan. Pepatah mengatakan: Susu dibalas dengan air tubah.
Dan yang lebih aneh lagi, saya sering memperhatikan , seringkali yang melakukan hal demikian adalah orang-orang yang dekat dengan kita. Apakah rekan bisnis kita, saudara kita dlsb. Saya pernah mendengar sharing dari seorang teman.. dia menceritakan tentang orang kepercyaannya yang menghianati dia , orang ini sudah dianggap seperti saudara sendiri, semua keinginannya tidak pernah dia tidak turuti namun tidak disangka-sangka menusuk dari belakang, menjatuhkan orang ini.
Plummer mengatakan bahwa orang ini bukan memiliki sifat manusia tetapi sikap tabiat iblis. Kalau sudah demikian masih pantaskah kita mengasihi dia? Alkitab mengatakan kita harus tetap mengasihinya, kita harus berdoa baginya. Sulit..pasti sulit tetapi saya percaya Allah Roh Kudus berdiam didalam hati kita memampukan kita untuk mengasihinya. Tuhan Yesus menawarkan satu cara yang dapat kita lakukan untuk orang seperti demikian yaitu berdoa untuk mereka.
Mungkin ada diantara kita mengatakan; membalas kebaikan dan kejahatan hanya bisa terjadi di dunia bisnis atau dengan orang lain. Tidak mungkin terjadi didalam keluarga. Saudara didalam keluarga bisa saja terjadi, saya banyak mendengar ada suami istri sudah tinggal bersama, tetapi tidak mengasihi satu dengan yang lain, tidak ada keharmonisan, tidak saling pengertian satu dgn lain.
Kalau itu terjadi maka standard moral kita ada pada level yang paling rendah. Karena dengan orang yang dekat dengan kita saja , kita tidak mampu mengasihi dia, tetapi membencinya, bagaimana dengan orang yang tidak dekat dengan kita.
Sebenarnya itu yang dimaksud oleh Tuhan didalam Imamat 19:18 ‘ jangan Engkau menuntut balas dan menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Akulah Tuhan. Ayat ini adalah ayat yang disalah tafsirkan oleh org Yahudi..bahwa sesame manusia itu hanya orang sesame Yahudi. Yang membutuhkan kasih hanya sesame mereka. Sebenarnya Tuhan hendak mengatakan disini, bahwa kalau terhadap sebangsamu kamu masih mendendam, memusuhi, bagaimana kamu bisa mengasihi dan tidak dendam terhadap bangsa diluar Israel.
Hal yang kedua; Kebaikan dibalas dengan kebaikan itu sudah lumrah. Sejahat-jahatnya penjahat ia juga bisa mengasihi orang yang mengasihi dia. Pemungut cukai yang paling serakah juga berbuat demikian. Tidak ada yang aneh. Itu suatu keharusan.
Saudara saya mengasihi istri saya, teman-teman saya, saudara seiman itu sesuatu keharusan, karena manusia pada umumnya demikian. Pertanyaannya; apa lebihnya kita dengan orang dunia pada umumnya?
Inilah yang Yesus mau tekankan bagi kita orang percaya..Jangan kita sekedar dapat mengasihi dan berbuat baik kepada orang yang baik bagi kita, lebih parah lagi jangan kita tidak dapat mengasihi orang yang mengasihi kita.
Saudara, kalau standar moral kita, hanya sampai mengasihi orang yang mengasihi kita, dekat dengan kita maka tidak ada perbedaan kita dengan orang lain, bahkan dengan orang yang jahat sekalipun.
Selanjutnya Tuhan Yesus memberi kita standar moral yang lebih tinggi, yang merupakan sifat Ilahi yaitu kita dapat mengasihi musuh kita. Inilah sifat Ilahi, inilah sesuatu standar etika dan moral yang diajarkan Yesus bagi kita. Yaitu saat orang memusuhi kita, kita tetap mengasihi mereka. Biarlah orang membenci kita, tetapi kita tetap dapat berdoa untuk mereka.
Mengapa kita harus mengasihi musuh kita dan berdoa untuk mereka? Karena kita adalah anak-anak Allah, kita bukan berasal dari dunia. Perkataan ini berulang-ulang disampaikan oleh Tuhan Yesus. Didalam pembacaan kita tadi baik dlm Matius maupun Lukas dikatakan engkau harus mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka, demikianlah kamu disebut anak-anak Allah. Ini adalah standar moral dan etika orang percaya.
Saudara, saya tidak mengetahui standar moral kita sudah sampai dimana? Apakah masih pada tahap mengasihi orang yang kita kasihi, atau sudah pada tahap mengasihi orang yang membenci kita? Atau masih pada level tidak mampu mengasihi orang yang mengasihi kita.
Alkitab memberi kepada kita satu standard moral yang jelas yaitu kita harus sampai pada level dapat mengasihi orang yang membenci kita atau orang yang memusuhi kita. Kalau standar moral kita baru sampai mengasihi orang yang mengasihi kita. Maka kita perlu memohon Roh Kudus untuk memampukan kita untuk dapat mengasihi orang yang membenci kita.
Yang ketiga, Teladan Yesus Kristus
Saudara dalam ayat 45 dikatakan; Engkau harus mengasihi musuhmu dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu di Surga, yang menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik, menurunkan hujan bagi orang yang benar dan yang tidak benar.
Disini Tuhan Yesus mau mengatakan bahwa Allah bapa di surge telah memberikan teladan yaitu IA mengasihi orang yang baik dan yang tidak baik, yang benar atau tidak benar. Siapa orang yang tidak baik dan tidak benar itu?
Saudara, kalau kita merenungkan akan kehidupan kita sebagai orang percaya, sebelum kita percaya kepada Tuhan. Siapakah kita? Kita tidak lebih dari orang yang berdosa, kita tidak lebih dari musuh Allah, kita tidak lebih dari orang membenci Tuhan. Hanya oleh belas kasihan dari Tuhan kita bisa diterima dan dikasihi oleh Tuhan.
Tidak ada yang dapat kita banggakan diri kita, tidak ada satu kebaikan didalam diri kita yang membuat kita layak untuk dikasihi oleh Tuhan. Semata-mata hanya oleh anugerah Tuhan.
Saudara dalam Roma 5:8 dikatakan bahwa Kristus mati bagi kita ketika kita masih berdosa. Bukan setelah kita bertobat, Kristus mati buat kita. Tuhan sendiri telah memberi contoh dengan mati bagi musuh-musuh-Nya, yaitu kita, manusia berdosa. Kita musuh Tuhan? Ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, saat itulah kita telah menjadi musuh Tuhan. Saat itulah seluruh diri kita berontak tak mau mendekati Tuhan.
Sepanjang sejarah Perjanjian Lama kita membaca pengkhianatan umat manusia yang tak terhitung banyaknya terhadap Tuhan, sampai sekarang! Tapi Tuhan mau membalas kejahatan manusia itu dengan cinta kasih-Nya. Saudara, muungkin mudah bagi seorang untuk bersedia mati bagi orang benar, bagi orang yang dikasihinya. Namun tidak mudah bagi orang yang mau berkorban dan mau mati bagi orang yang membencinya dan memusuhinya.
Saudara, Tuhan Yesus sudah memberikan teladan bagi kita, yaitu dia mau mati bagi musuh-musuhnya, yaitu manusia yang berdosa. Inilah perwujudan kasih Allah yang tak terbatas bagi manusia. Dapatkah kita sekarang mewujudkan kasih Allah itu terhadap sesama kita?
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus berkata bahwa di antara iman, pengharapan, dan kasih, yang terbesar adalah kasih? Dengan iman kita menerima Yesus; dengan pengharapan kita menantikan Dia, tetapi dengan kasih kita dapat menyatakan bahwa Tuhan telah hidup dalam hati kita.
Pertanyaannya sekarang adalah: Dapatkah kita mengasihi musuh-musuh kita, apalagi mendoakan mereka? Kalau Saudara bertanya pada diri Saudara sendiri, "Dapatkah saya dengan kemampuan saya sendiri mengampuni bahkan mengasihi musuh saya?" Jawabannya tentu tidak atau tidak mungkin. Lalu, bagaimana? Kita memang tak bisa mengampuni dan mengasihi dengan usaha kita sendiri, tetapi dalam Roma 5:5 dikatakan bahwa
"Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita."
Kalau kita begitu terbatas hingga tak dapat mengasihi musuh kita, gunakanlah kasih Allah yang telah dicurahkan bagi kita itu. Dengan rendah hati kita datang ke hadirat Tuhan, minta Dia membantu kita. Tuhan pasti mendengar doa kita.
Mungkin diantara kita berkata saya sudah berusaha, tapi tetap tidak bisa mengampuni musuh kita? Saya sulit untuk mengasihi orang yang membenci saya. Yang biasanya terjadi adalah bukannya kita tidak bisa, tetapi kita tidak mau. Kita tidak mau mencurahkan kasih Tuhan. Kita mau menyimpan sendiri kasih Tuhan. Dengan kata lain kita sama seperti perumpamaan Tuhan Yesus mengenai orang yang telah menerima pengampunan dari tuannya atas hutangnya yang begitu banyak tetapi dia tidak bisa mengampuni orang yang berhutang sedikit baginya.
Diakhir renungan saya hari ini, saya ingin menceritakan satu kisa nyata mengenai mengasihi dan menagmpuni musuh.
Seorang wanita berkulit hitam yang telah renta dengan perlahan bangkit berdiri di suatu ruang pengadilan di Afrika Selatan. Umurnya kira-kira 70, di wajahnya tergores penderitaan yang dialaminya bertahun-tahun. Di depan, di kursi terdakwa, duduk Mr. Van der Broek, ia telah dinyatakan bersalah telah membunuh anak laki-laki dan suami wanita itu.
Beberapa tahun yang lalu laki-laki itu datang ke rumah wanita itu. Ia mengambil anaknya, menembaknya dan membakar tubuhnya. Beberapa tahun kemudian, ia kembali lagi. Ia mengambil suaminya. Dua tahun wanita itu tidak tahu apa yang terjadi dengan suaminya. Kemudian, van der Broek kembali lagi dan mengajak wanita itu ke suatu tempat di tepi sungai. Ia melihat suaminya diikat dan disiksa. Dia memaksa suaminya berdiri di tumpukan kayu kering dan menyiramnya dengan bensin. Kata-kata terakhir yang didengarnya ketika ia disiram bensin adalah, “Bapa, ampunilah mereka.”
Belum lama berselang, Mr. Van den Broek ditangkap dan diadili. Ia dinyatakan bersalah, dan sekarang adalah saatnya untuk menentukan hukumannya. Ketika wanita itu berdiri, hakim bertanya, “Jadi, apa yang Anda inginkan? Apa yang harus dilakukan pengadilan terhadap orang ini yang secara brutal telah menghabisi keluarga Anda?”
Wanita itu menjawab, “Saya menginginkan tiga hal. Pertama, saya ingin dibawa ke tempat suami saya dibunuh dan saya akan mengumpulkan debunya untuk menguburkannya secara terhormat.” Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan, “Suami dan anak saya adalah satu-satunya keluarga saya. Oleh karena itu permintaan saya kedua adalah, saya ingin Mr. Van den Broek menjadi anak saya. Saya ingin dia datang dua kali sebulan ke ghetto (perumahan orang kulit hitam) dan melewatkan waktu sehari bersama saya hingga saya dapat mencurahkan padanya kasih yang masih ada dalam diri saya.”
“Dan, akhirnya,” ia berkata, “permintaan saya yang ketiga. Saya ingin Mr. Van den Broek tahu bahwa saya memberikan maaf bagi dia karena Yesus Kristus mati telah mengampuni saya. Begitu juga dengan permintaan terakhir suami saya. Oleh karena itu, bolehkah saya meminta seseorang membantu saya ke depan hingga saya dapat membawa Mr. Van den Broek ke dalam pelukan saya dan menunjukkan padanya bahwa dia benar-benar telah saya maafkan.”
Ketika petugas pengadilan membawa wanita tua itu ke depan, Mr. Van den Broek sangat terharu dengan apa yang didengarnya hingga pingsan. Kemudian, mereka yang berada di gedung pengadilan – teman, keluarga, dan tetangga berdiri dan bernyanyi "Amazing grace, how sweet the sound that saved a wretch like me. I once was lost, but now I'm found. 'Twas blind, but now I see. (Anugerah yang ajaib, sungguh merdu suara yang telah menyelamatkan orang yang malang seperti saya. Saya pernah hilang, tetapi sekarang saya ditemukan. Saya pernah buta, tetapi sekarang saya melihat).“
Saudara, ini adalah suatu kisah nyata, artinya bahwa orang yang telah dijamah oleh Kristus, maka dia dimampukan oleh TUhan untuk dapat mengampuni dan mengasihi musuh.
Jadi pertanyaan terakhir yang harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan adalah: Maukah saya membiarkan Tuhan memakai saya sebagai alat cinta kasih-Nya? Maukah saya mengampuni bahkan mengasihi musuh saya? Hari ini jikalau ada diantara kita masih ada dendam ada permusuhan dengan orang lain, baiklah saudara mengatakan kepada Tuhan; Tuhan Yesus, saya ingat kasih-Mu, saya mau coba mengasihi. Walau sulit, saya mau berdoa untuk mereka seperti doamu, ketika engkau dianiaya dan disalibkan oleh musuh-musuhmu, ampuni mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Mampukanlah saya, Tuhan, mengasihi orang yang mengasihi saya terlebih lagi yang membenci dan dendam terhadap saya. Kiranya Tuhan memampukan saya mengasihi dan menjadi saluran berkat bagi banyak orang. Amin

1 komentar:

Inspironi mengatakan...

Thanks buat renungannya, salam kenal dari Kawanua juga :)